Sumber gambar: Pixabay |
Abdu,
salah satu nama murid saya saat tengah mengajar di kelas sembilan. Pagi ini,
ada hal yang berbeda terlihat dari dirinya. Tidak seperti biasanya dengan
semangat belajar yang baik. Mata pelajaran yang saya ampu adalah tahfidz,
menghapal Qur’an, bagian dari mata pelajaran Pendidikan Agama Islam.
Ia
sudah menyelesaikan cicilan setoran hapalannya hingga akhir juz. Saatnya
memasuki ujian kompre, menyetorkan hafalan satu juz penuh dalam sekali tatap
muka. Seharusnya ia senang karena setahap lagi ia akan menaikkan tambahan
hapalannya. Namun tidak begitu adanya. Melihat wajahnya yang kurang cerah dalam
belajar di kelas, sayapun memanggilnya untuk mengobrol ringan. Saya buka
obrolan itu dengan menanyakan, “Apakah sudah dipersiapkan setoran muraja’ah –ulangan hafalan untuk
persiapan kompre- pagi ini?”
Iapun
menjawab “belum,” dengan nada suara yang malas. “Lalu mengapa tidak kamu baca
hapalanmu” lanjut saya. Ia hanya diam. Maka, sudah terjawablah penasaran saya.
Saya katakan “Jangan dijadikan beban, kewajiban kamu untuk muraja’ah setiap harinya. Cukup ubah cara berpikir kamu. Pagi hari
saat akan mulai belajar, tanamkan niat dalam diri bahwa kamu akan menyelesaikan
setoran muraja’ah.”
“Jangan
melakukan aktifitas lainnya. Seperti berbicara dengan teman atau lainnya. Kalau
kamu yang diajak berbicara, maka jangan hiraukan. Pasti kamu bisa! Jangan
berfikir bahwa kewajibanmu untuk setoran hafalan itu berat, atau kamu datang
hanya untuk membaca, bukan menghafal. Kalau seperti itu kamu berpikir, maka
kamu tidak akan bisa menyelesaikan kewajibanmu di kelas. Kamu juga akan
tertinggal jauh dari teman-teman kamu. Cara kamu berpikir itu yang mempengaruhi
tubuhmu untuk semangat. Maka ubahlah caramu berpikir!” sayapun mengakhiri
obrolan dan meneruskan proses pembelajaran di kelas.
Sekembalinya ia ke tempat duduknya, saya melihat
ia langsung membaca hapalan untuk setoran muraja’ah
wajibnya. Saya bersyukur bisa memotivasinya.
0 Comments:
Posting Komentar