Informasi Dan Edukasi

Senin, 14 Oktober 2019

Menjadi Guru yang Sadar Profesi

Sumber gambar: Pixabay
Seperti sebuah ungkapan yang mengatakan bahwa “pengalaman adalah guru terbaik”, maka untuk menjadi guru yang terbaik harus punya banyak pengalaman mendidik. Mendidik bukan pekerjaan sekadar menyalurkan ilmu akademik saja. Pendidik bukan hanya dituntut untuk bisa menyelesaikan administrasi keguruan saja seperti perangkat pembelajaran dan lain-lain. Namun seorang pendidik lebih dituntut untuk bisa memahami anak didik, menjadi figur yang digugu dan ditiru.

Memang tidak mudah untuk menjadi seorang yang digugu dan ditiru. Seolah-olah guru itu adalah manusia yang sempurna. Seolah-olah guru itu adalah manusia yang tidak punya aib hingga harus dipercaya dan ditiru. Guru juga manusia yang bisa silap dan bisa berbuat salah. Guru juga bisa melakukan tindakan yang dapat melunturkan gelar “digugu dan ditiru” nya.

Menghormati guru adalah pekerjaan yang ‘memaksa’ siswa untuk tunduk dengannya, dengan peraturannya. Buktinya, tidak sedikit mantan siswa yang berjumpa dengan gurunya diluar lingkungan sekolah yang tidak menaruh sikap hormat pada ‘mantan’ gurunya. Jangankan menegur, untuk menatap wajahnya saja pun enggan. Itu karena sikap hormat yang selama ini tertanam dalam diri mereka adalah sikap hormat yang ‘dipaksa’.

Profesi guru ini membutuhkan kesabaran yang tinggi. Guru adalah orang yang sabar. Ya, sabar menghadapi tingkah anak-anak yang berbeda. Mengesampingkan egois dan mengutamakan anak didik. Senyum adalah hal utama yang harus dilakukan guru saat memasuki kelas. Membuang jauh-jauh masalah saat berdiri di depan siswa menjelaskan materi ajar.

Mereka tidak pernah tahu bahwa orang yang berada didepan mereka itu sedang mempunyai masalah. Misalnya memikirkan tagihan angsuran motor, atau istri yang mengeluh karena penghasilan yang kurang, atau memikirkan biaya anak-anaknya yang akan memasuki sekolah baru. Semua itu tidak terlihat di wajahnya saat memulai aktifitas mengajarnya. Yang ia tahu bahwa ia adalah seorang fasilitator bagi anak didiknya. Ia menjadi jembatan penyebrangan menuju perbaikan sikap. Ia juga menjadi teman curhat dikala siswanya punya masalah. Itulah pekerjaan guru.

Jika semua guru sadar akan profesinya yang bukan hanya mentransfer ilmu pengetahuan, maka sikap menghormati guru itu muncul dengan sendirinya dalam diri siswa. Bukan sikap hormat yang ‘dipaksa’. Jika ini yang terjadi, maka tidak akan ada lagi kata ‘mantan’ guru dan ‘mantan’ murid. Sekali jadi guru, maka untuk selamanya ia adalah guru bagi mereka.

Guru bukanlah pekerjaan yang harus dihindari dengan alasan belum mampu menjadi teladan bagi anak didik. Namun pekerjaan ini mengantarkan pelakunya untuk membiasakan diri menuju keteladanan. Semoga setiap guru sadar dengan profesi yang ia geluti, agar tidak muncul sikap ter-dzolimi antara siswa dan guru. Semoga bermanfaat.
Share:

0 Comments:

Posting Komentar

Statistik Pengunjung