Sumber gambar: Pexels/ ahmed aqtai |
Dia adalah seorang pembawa wahyu Allah Subhanahu Wa Ta'ala yang kemudian diajarkan kepada manusia. Lahir pada hari senin, 12 Rabi’ul awwal tahun 571M atau bertepatan dengan tahun gajah. Beliau diangkat menjadi Nabi kala usianya empat puluh tahun.
Cinta adalah rasa suka atau perasaan memiliki sesuatu. Layaknya seorang suami yang mencintai istrinya atau sebaliknya. Suami akan berjuang sepenuh jiwa dan raga demi kebahagiaan istrinya begitu juga sebaliknya. Nah, sejauh apakah rasa cinta kita kepada Nabi?
Memakai aksesoris berlambang cinta Nabi seperti pakaian yang bertuliskan “love prophet”, atau topi dengan cat putih kalimat yang sama bukanlah ukuran kecintaan seseorang pada Nabinya. Namun saat ditanya tentang asal-usul Nabi hingga akhir hayatnya ia tidak mengetahuinya. Lantas bagaimana seharusnya cara kita mencintai Nabi?
1. Membaca sejarahnya
Tak kenal maka tak sayang, tak sayang maka cinta. Bagaimana kita akan cinta kepada Nabi jika kita sendiri tak mengenalnya. Silsilah keluarganya, bagaimana perjuangan beliau menyiarkan agama, kehidupan rumah tangganya, kelahiran hingga kematiannya.
Luangkanlah sedikit waktu setiap harinya untuk membaca sejarah Nabi. Milikilah buku biografinya, sejarah beliau sejak kelahirannya hingga kematiannya. Minimal setengah jam hingga satu jam membacanya setiap hari. Dengan begitu kita akan lebih mengenal beliau yang dapat menambah keimanan.
2. Tidak berlebih-lebihan
Cinta pada Nabi maknanya adalah melaksanakan apa yang beliau ajarkan dan tidak berlebih-lebihan dalam menjalankannya. Ajaran agama yang beliau sampaikan sudah tuntas dan sudah cukup bagi umatnya. Beliau mengetahui kadar kemampuan umatnya dalam menjalankan ajarannya.
Dalam peristiwa isra’ dan mi’raj, Allah Subhanahu Wa Ta'ala mewajibkan sholat sebanyak lima puluh kali dalam sehari semalam. Namun beliau meminta keringanan karena takut akan memberatkan umatnya, hingga menjadi lima kali dalam sehari semalam.*
Berlebih-lebihan yang dimaksud adalah berlebih-lebihan dalam menjalankan ajarannya. Menambah, mengurangi ataupun membuat sesuatu yang baru dalam agama, yang tak pernah beliau ajarkan. Contoh, sholat subuh dua rakaat dilaksanakan menjadi lima rakaat, inilah yang disebut dengan berlebih-lebihan.
3. Meneladani sifat-sifatnya
Seorang Nabi mempunyai sifat-sifat yang mulia, yang dilebihkan dari manusia lainnya. Dengan merutinkan diri membaca buku sejarah Nabi, maka kita akan tahu apa saja sifat-sifat teladan beliau.
Tunjukkanlah rasa cinta kita kepada Nabi dengan; menjalankan ajarannya tanpa menambah dan mengurangi, mempelajari sifat-sifat beliau dengan rutin membaca sejarahnya, dan meneladaninya.
Semoga bermanfaat
*)Dr. Mahdi Rizqullah Ahmad, Biografi Rasulullah, hlm. 286
0 Comments:
Posting Komentar