Informasi Dan Edukasi

Jumat, 16 Agustus 2019

4 Hal yang Mempengaruhi Wibawa Guru

4 Hal yang Mempengaruhi Wibawa Guru


Sumber gambar: Pixabay

Sifat wibawa acap disandingkan pada profesi guru. Sebuah ungkapan yang berbunyi “Guru adalah seorang yang digugu dan ditiru”, mengharuskan guru untuk berlaku wibawa. Lalu, mungkinkah guru mengalami krisis kewibawaan? Faktor apa saja yang dapat mempengaruhinya?

Wibawa adalah pembawaan untuk dapat menguasai, mempengaruhi, dan dihormati orang lain melalui sikap dan tingkah laku yang mengandung kepemimpinan dan penuh daya tarik, begitu menurut KBBI. 

Wibawa yang kuat melahirkan hasil yang positif terhadap yang dipimpin. Sebaliknya, wibawa yang lemah dapat menghambat kinerjanya. 

Berikut beberapa hal yang mempengaruhi wibawa seorang guru;

Pertama, penampilan. Bak slogan iklan yang menyatakan “kesan pertama begitu menggoda, selanjutnya terserah anda”. Ini berlaku bagi setiap orang yang membutuhkan sebuah perhatian. Ya, guru butuh perhatian siswa. Baik dalam menjelaskan pelajaran di depan kelas, maupun saat mengawasi siswa belajar. Jika guru sudah tak lagi mendapat perhatian siswa, maka tak ada artinya ia berdiri di depan kelas. 

Penampilan adalah faktor utama yang menjadi fokus perhatian siswa. Penampilan tidak harus memakai aksesoris mahal dan seragam yang mencolok. Namun berpenampilanlah yang khas, menunjukkan anda seorang guru, misalnya menggunakan seragam guru, atau blazer/jas lengkap dengan dasinya.

Ini akan menambah nilai wibawa anda sebagai seorang guru. Sebagian siswa melihat orang tuanya yang berkarir dengan baju kerja mereka yang menawan, hingga menginspirasi mereka. Setiba di sekolah, melihat gurunya berpenampilan tidak rapi atau tidak menunjukkan khas seorang guru, bisa jadi siswa akan menyepelekan anda, karena menganggap orang tuanya masih lebih hebat karirnya dari anda.

Kedua, keilmuan. Masih ada guru yang mengajar bukan dari jurusannya. Bisa karena berbagai faktor seperti karena kekurangan guru, atau guru tersebut kekurangan jam mengajar disebabkan tuntutan gelar “sertifikasi” nya.

Juga masih ada guru yang mencukupkan diri dengan jenjang pendidikan yang ada, tanpa mau memperbaharui, atau meningkatkan jenjang pendidikannya. Ini terkait pada penyampaian materi ke siswa. Guru yang “plin-plan” seperti tidak mempunyai persiapan mengajar dapat menurunkan wibawanya. Siswa jadi memandangnya sebelah mata.

Di zaman milenial ini, bukan tidak mungkin siswa lebih luas wawasan keilmuannya ketimbang guru. Contoh lain, seorang penceramah ditunggu hingga dua jam kedatangannya. Mereka rela berpeluh dan berdesak antar pengunjung lain demi mendengarkan ceramahnya.

Itu karena ia mempunyai ilmu, pandai menyentuh hati pendengarnya, mengerti apa masalah yang sering terjadi di kalangan pendengarnya, bisa menaksir sejauh mana pemahaman pendengar, hingga ia juga mampu menakar sejauh mana materi yang disampaikan tanpa melebar ke pembahasan di luar jangkauan nalar pendengar. Itu semua karena ilmu yang dimilikinya. 

Guru juga begitu, mumpuni dalam jurusan ilmu pengetahuan yang diemban, mampu mendongkrak kewibawaannya.

Ketiga, manajemen lembaga pendidikan. Peraturan yang dibebankan pada guru juga dapat mempengaruhi wibawa. Pernah terjadi, guru yang mendisiplinkan siswa malah berujung ke ranah hukum. Dan kejadian seperti itu lebih dari sekali atau dua kali. Imbasnya, lembaga pendidikan memperketat pendidiknya dengan peraturan, tidak boleh memukul siswa, walau dalam konteks mendisiplinkannya. Cukup dengan nasihat saja.

Jika guru tak lagi dibolehkan memberi hukuman dengan maksud mendisiplinkan siswa, ini akan dapat melemahkan wibawa guru. Perintahnya tak lagi menjadi perioritas siswa untuk ditaati.

Kejadian seperti guru dipidana gegara mendisiplinkan murid, dapat berimbas buruk pada cara pandang siswa. Bisa jadi siswa menjadi lebih bebas karena jika mereka melakukan pelanggaran, mereka beranggapan “paling hanya dinasihati saja”, tanpa menimbulkan efek jera bagi siswa.

Keempat, sikap. Salah jika guru memakai kuasanya sebagai guru untuk memerintah siswa sesuai seleranya. Siswa diwajibkan menghormati guru, bukan berarti guru tidak menghormati siswa. Secara langsung, guru yang seperti ini akan melemahkan wibawanya sendiri.

Siswa menjadi benci karena guru terlalu otoriter. Maka sebaiknya, bersikaplah layaknya siswa menghormati atau menghargai anda. Separah apapun tugas yang dikumpulkan siswa, sanjunglah. Berilah masukan yang baik agar berubah menjadi baik. Jangan pernah meremehkannya, apalagi sampai menjelekkannya di depan teman-temannya.

Disini, Anda berperan penting dalam menentukan wibawa anda sendiri. 

Semoga bermanfaat.




Share:

0 Comments:

Posting Komentar

Statistik Pengunjung