Sumber gambar: Pixabay |
Karakter Dilan yang diperankan oleh Iqbaal Dhiafakhri Ramadhan, mantan personil cowboy junior ini punya sisi kepahlawanan. Saat Nandan, teman sekelas Milea mencoba untuk mendekatinya, Dilan tidak mau mengganggu mereka.
Itu
sifat ksatria, menurut saya, dimana umumnya sifat lelaki usianya itu posesif.
Berusaha untuk merebut apa yang dia mau dengan cara apapun. Seperti Beni, pacar
Milea di Jakarta, sebelum ia mengenal Dilan. Ia sampai melontarkan kata-kata
tidak sopan pada Milea gegara cintanya ditolak.
Baiklah,
itu sisi positif dari karakter Dilan. Lalu, bagaimana dengan Dilan yang memukul
Pak Suripto gegara ia pindah dari barisan saat upacara hari senin? Secara global,
adegan ini tidak baik dipertontonkan. Karena sama saja mengkampanyekan aksi
menentang guru, jika dirasa siswa tidak cocok dengan perilaku guru.
Sebaiknya
adalah siswa melapor ke komite sekolah atau kepala sekolah atau guru bimbingan
konseling. Jika seperti itu prosesnya, maka dapat memberi pelajaran kepada
siswa akan prosedur. Namun, saya tidak sepenuhnya menyalahkan siswa disini.
Sebagai guru, Pak Suripto juga harusnya memahami psikologi remaja usia SMA.
Mereka sudah dewasa. Gurunya saja jika dipermalukan di depan umum mungkin tidak
terima. Dilan bukanlah anak usia SD atau
SMP yang seutuhnya harus didisiplinkan.
Saya
jadi teringat dengan film “twilight”. Latar cerita yang digunakan juga di sekolah tingkat SMA. Sepertinya, sistim
pengajaran yang diterapkan disana sudah sejajar dengan tingkat perkuliahan
disini.
Bukan
karena mereka tidak berseragam sekolah layaknya disini, namun kedisiplinan
siswa sudah terbentuk dalam diri mereka masing-masing. Mereka datang untuk
belajar. Saat dalam kelas, ketika guru sedang memutarkan video karya seni dari
seniman William Shakespeare, Bella dan Edward asyik ngobrol di bangku
paling belakang.
Ia
ditegur oleh guru hingga diminta untuk menjelaskan apa yang telah diputar dalam
video pembelajaran itu. Edward menceritakannya secara gamblang. Selesai, tanpa
ada sikap anarkis karena sebuah kesalahan. Mungkin ini dapat dijadikan sebagai sebuah
pembelajaran bagi guru. Bahwa menghargai siswa itu penting. Terkhusus bagi
siswa tingkat SMA.
Jika
dikaitkan dengan kasus “guru budi” yang sempat viral tahun 2018 lalu, ada kesamaan
disini. Sama-sama siswa tingkat SMA dan sama-sama melawan guru dikarenakan
merasa tidak dihormati dan dipermalukan di depan teman-temannya. Lalu dapatlah
ditarik kesimpulan antara beberapa hal yang telah dipaparkan ini.
Perlakukanlah siswa tingkat SMA dengan dewasa, yang tidak terlalu
mendisiplinkan mereka. Melainkan dengan diskusi pemecahan masalah atau memberi
hukuman yang bersifat pendidikan seperti merangkum sebuah karya sastra atau
menyelesaikan membaca satu buku dalam waktu yang singkat, atau menulis sebuah
karya sastra yang mana dapat diambil manfaatnya bagi siswa.
Semoga
bermanfaat. Salam
0 Comments:
Posting Komentar