Sumber gambar: Pixabay |
Menyenangkan siswa dalam proses belajar yang baik adalah salah satu tugas seorang pendidik. Tapi, apakah semua pendidik yang dapat menyenangkan siswa di kelas itu dikatakan berhasil dalam mendidik?
Sebuah
contoh, ketika ujian akan berlangsung besok, jadwal ujian beserta pengawasnya
di tiap kelas sudah terpampang di papan mading sekolah. Anak-anak berduyun
untuk melihatnya. Namun sangat disayangkan bahwa yang mereka lihat pertama kali
adalah bukan jadwal mata pelajarannya, melainkan siapa yang akan mengawas di
kelas mereka.
Beberapa
dari mereka gembira kala melihat pengawasnya adalah guru tertentu. Mengapa
mereka senang? Umumnya masa yang ditakutkan oleh siswa adalah masa ujian.
Karena disitulah pertarungan untuk mendapatkan nilai tertinggi di mulai. Tak
ayal bahwa banyak siswa yang memakai cara yang tidak dibenarkan saat ujian,
seperti ‘mengopek’ atau mencontek dari temannya yang terdekat duduknya.
Mengapa
peserta didik merasa senang dengan guru tertentu yang mengawas ujian? Jika guru
yang mengawas ujian itu ketat dan disiplin, tentunya mereka tidak berkutik
untuk melihat kanan kiri apalagi sampai mencontek dan lain sebagainya. Jika
bukan karena sikap tegas dan disiplinnya, lantas apa?
Jawabannya
adalah karena kelonggaran disiplin yang terjadi. Nah, apakah guru yang
disenangi seperti ini dikatakan telah berhasil mendidik? Menyenangkan peserta
didik atas kelonggaran disiplin yang dilakukan bukanlah standar keberhasilan
seorang pendidik. Seorang pendidik harus bisa mengubah peserta didik memahami
suatu konsep, yaitu “sebuah proses”.
Seekor
kupu-kupu yang cantik beterbangan tak lantas begitu. Alur itu bermula dari telur yang menetas menjadi ulat kecil hingga dewasa lalu menjadi
kepompong. Beberapa lama kemudian barulah ia berubah menjadi seekor kupu-kupu
yang indah. Sebuah proses. Suatu yang indah tidak lantas terjadi dalam sekejab.
Ketika
peserta didik berhasil mendapatkan nilai tinggi, ia akan mengerti arti sebuah
perjuangan. Lain halnya dengan siswa yang mendapat nilai tinggi dengan cara
yang tidak dibenarkan. Rasa puas yang ia dapatkan tidaklah sebahagia siswa yang
jujur. Seorang guru dikatakan sukses jika ia mampu mengubah sikap siswa menjadi lebih baik.
Proses
itu adalah sebuah tantangan yang harus dihadapi oleh seorang pendidik. Biarlah
siswa membencinya sebagai guru karena kedisiplinan yang diterapkan. Namun
kelak, saat siswa tersebut tumbuh menjadi seorang yang penuh memikul tanggung
jawab, ia akan mengerti bahwa apa yang diterapkan gurunya dahulu adalah untuk
kebaikannya.
Jangan biarkan siswa senang atas kelonggaran disiplin yang terjadi, karena itu sama saja menciptakan generasi yang rapuh. Semoga bermanfaat
Jangan biarkan siswa senang atas kelonggaran disiplin yang terjadi, karena itu sama saja menciptakan generasi yang rapuh. Semoga bermanfaat
0 Comments:
Posting Komentar