Informasi Dan Edukasi

Jumat, 30 Agustus 2019

Mengapresiasi Jawaban pada Lembar Ujian Siswa

Sumber gambar: Pixabay

Ujian semester ganjil tengah berlangsung. Mengolah nilai ‘mentah’ menjadi nilai ‘jadi’ tentu bukanlah hal yang mudah bagi guru. Melalui proses pertimbangan yang matang. Nilai ‘jadi’ tersebut adalah gabungan dari nilai akademis, keaktifan di sekolah dalam berbagai kegiatan, dan kepribadian, baik terhadap teman maupun guru.

Seketika saya terhenyak melihat jawaban salah satu murid saya ketika memeriksa lembar jawaban ujian mereka. Dalam soal yang kami susun terdapat satu soal kepribadian. Tujuannya agar siswa tidak hanya dinilai secara akademis. Keseimbangan antara penilaian sikap dan akademis inilah yang dituntut oleh kurikulum tiga belas saat ini.

Pertanyaannya begini, ‘siapakah teman yang paling disukai dan tidak disukai di dalam kelas?’ lantas ia menjawab, ‘kita disuruh agama untuk saling menyayangi semua teman dan dilarang untuk membenci teman.’ Luar biasa. Ia duduk di kelas tujuh. Harapan awal atas pertanyaan tersebut adalah untuk mengetahui siapa siswa yang mempunyai sikap baik, dan tidak baik dalam bersikap.

Memetakan kepribadian siswa dalam kelas dapat memudahkan guru mengambil sikap terhadap siswa. Juga bagi siswa yang di ‘cap’ kurang santun oleh teman-temannya, akan dikomunikasikan kepada orang tuanya saat pengambilan rapor.

Sekolah adalah fasilitator yang butuh kerjasama dari orang tua siswa. Maka salah jika orang tua siswa menyerahkan sepenuhnya anak didik pada sekolah tanpa mau tahu tentang perkembangan anaknya sendiri. Kepintaran akademis masih belum sempurna tanpa sikap yang baik.

Saya sendiri sebagai guru lebih menyukai siswa yang bersikap santun walau kemampuan akademisnya biasa saja, daripada siswa yang pintar tapi sikapnya tidak santun. Karena sikap santun dapat menggiringnya untuk memperbaiki proses belajar yang lebih baik. Namun siswa pintar tanpa santun hanya akan menimbulkan masalah.

Saya juga menemukan jawaban yang menakjubkan dari salah satu siswa pada soal uji pengetahuan sosial. Pertanyaannya begini, ‘mengapa sekolah kita masih belum berkembang?’ maka iapun menjawab ‘karena selama ini yang menjaga kebersihan hanya petugas kebersihan’.

Jika kita pikir lebih jauh, jawaban ini merujuk pada kesadaran diri. Ya, jika saja setiap siswa mau peduli dengan lingkungan sekolah, maka sekolah akan punya nilai lebih. Bisa jadi sekolah akan mendapat penghargaan dari dinas pendidikan kota sebagai sekolah terbersih sekota madya.

Jika itu terjadi, maka sekolah tersebut mempunyai nilai jual yang tinggi. Bahwa sekolah mampu menyadarkan siswanya untuk sadar lingkungan bersih. Dua jawaban siswa yang sederhana. Namun punya nilai lebih dari teman lainnya yang mungkin jawabannya sama persis dengan yang tertulis di buku. Ya, nalar dan daya pikir yang objektif.

Lantas, bagaimana guru mengapresiasi jawaban siswa tersebut? Apakah disamakan dengan jawaban siswa yang sesuai dengan yang ada dibuku? Atau malah disalahkan karena tidak sesuai dengan pembahasan yang ada di buku?

Maka, jika nilai maksimal satu soal essay bernilai lima, siswa dengan jawaban tersebut layak mendapat nilai lima plus. Karena ini diluar dari hal yang biasa. Itulah bentuk apresiasi terhadap jawaban siswa yang objektif. Semoga bermanfaat
Share:

0 Comments:

Posting Komentar

Statistik Pengunjung