Informasi Dan Edukasi

Rabu, 01 Januari 2020

Relevansi Belajari Bahasa Arab dengan Mengajar Ilmu Pendidikan Agama Islam

Sumber gambar: Pixabay

Semakin berkembangnya kemajuan teknologi, semakin cepat pula informasi tersebar. Kini hanya dalam hitungan detik saja, kejadian luar biasa diluar kota bahkan diluar negeri dapat diketahui. Inilah salah satu efek dari pesatnya perkembangan informasi teknologi, termasuk media sosial. Tapi media sosial juga punya efek negatif. Yaitu dapat menyebarkan informasi bohong alias berita palsu jika digunakan oleh orang yang tidak bertanggungjawab.

Contohnya seperti mengatasnamakan agama supaya pembaca percaya dan mau menyebarkannya kembali. Ini penting bagi praktisi agama untuk menyaring informasi. Istilah-istilah keislaman tidak terlepas dari bahasa Arab. Dengan memiliki pondasi ilmu bahasa arab yang baik, seorang muslim akan mampu menyaring informasi agama yang benar.

Dahulu tulisan dalam mushaf tidak berbaris dan tidak bertitik. Orang arab bisa membacanya karena itu memang bahasa mereka. Pada masa tabiin (para sahabat Rasul yang masih hidup setelah beliau wafat) barulah mushaf itu diberi baris dan titik agar banyak umat Islam yang non-Arab pun bisa mempelajarinya. Begitu juga tajwid atau aturan membaca Alquran yang telah dirumuskan. Tujuannya untuk menyeragamkan cara membaca Alquran.

Salah membaca baris dalam bahasa arab dapat mengubah makna dari kalimat tersebut. Misalkan kata tersebut seharusnya dibaca dengan kasrah (baris bawah) tapi malah dibaca dengan fathah (baris atas). Peletakan baris dapat mengubah posisi kata tersebut dalam tata bahasa arab, misalnya dari pelaku menjadi objek atau malah sebaliknya.

Dari sinilah lahir ilmu tata bahasa Arab yang dikenal dengan nahwu dan shorof. Ilmu yang mempelajari perubahan bentuk kata beserta peletakan baris pada kata sesuai posisinya, baik menjadi pelaku, kata kerja atau objek.

Namun harapan itu masih jauh dari fakta. Pengalaman saya mengajar privat mengaji ke rumah-rumah menyimpulkan bahwa masih sedikit sekali orang tua yang mau mempedulikan anaknya untuk belajar mengaji, khususnya belajar ilmu bahasa Arab. Mereka lebih menomorsatukan belajar bahasa asing walaupun biaya belajar yang harus dibayar tiga kali lipat dari biaya belajar mengaji atau ilmu bahasa arab.

Jika begini, maka lambat laun akan punahlah kecintaan anak-anak untuk mempelajari agama. Padahal ilmu agama itu adalah pondasi mereka dalam bersosialisasi. Seorang akan lebih dihargai karena tingkah lakunya yang beragama dari pada keilmuannya yang tinggi namun tidak berakhlak sesuai agama.

Dalam menuntut ilmu, hendaklah mempelajari bagaimana adab atau bersikap sebagai seorang penuntut ilmu. Diantaranya adalah menghormati guru dan bersungguh-sungguh.  Sederhananya, seorang siswa membutuhkan guru untuk menimba ilmunya dan pengalamannya. Jika tidak ada sikap baik dan hormat dari sang murid, bagaimana seorang guru mau berbagi pengetahuannya.

Sebaiknyalah orang tua membekali anak didik dengan pendidikan agama. Jangan hanya mengharapkan pelajaran agama dari sekolah saja. Karena alokasi waktunya hanya dua jam pelajaran dalam seminggu. Jika banyak orangtua yang sadar dengan konsep ini, maka akan berkuranglah jumlah muslim yang buta aksara Alquran.

Dikutip dari laman republika.co.id, Rabu (17 Januari 2018) sebanyak 65 persen masyarakat Indonesia buta huruf Alquran berdasarkan hasil riset Institul Ilmu Alquran (IIQ). Jumlah persentase yang melebihi setengah itu menimbulkan keprihatinan.  Menyadarkan para orangtua akan pentingnya belajar agama adalah salah satu solusi mengentaskannya. Semoga bermanfaat
Share:

0 Comments:

Posting Komentar

Statistik Pengunjung